Banyak Shadaqah Kok Masih Banyak Masalah | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Bahtsul Masail Tarjih Fatwa Taujih Khuthbah

Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) No. 
*423 - Banyak Shadaqah Kok Masih Banyak Masalah*

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Pertanyaan_
🎪 Saya sama suami sudah rutin shadaqah setiap bulan dari gaji dan setiap dapat hasil panen ladang saya langsung saya keluarkan 2,5 %, tapi kok kami rasa-rasakan ga ada dampak positifnya, tetap saja kami dapat masalah ini dan itu. 

📝 Ditanyakan oleh Ibu *Anik S. W.* dari Malang secara tatap muka pada _6 September 2021_

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
_Jawaban_
🚜 Memang secara sunnatullah, bahwa setiap kebaikan pasti dibalas sekaligus mengundang kebaikan dan keburukan pasti dibalas sekaligus mengundang keburukan. Hanya saja, kita tidak bisa memastikan kebaikan tertentu yang kita terima adalah pasti balasan dari kebaikan tertentu yang kita perbuat, begitu pula, kita tidak bisa memastikan keburukan tertentu yang kita terima adalah pasti balasan dari kebaikan tertentu yang kita perbuat.

🧩 Ilustrasinya begini. Hari ini saya menerima rizqi berupa uang senilai Rp 1.000.000,- tanpa saya bekerja sekaligus saya hari ini terselamatkan dari insiden kecelakaan, padahal hari kemarin saya hanya melaksanakan shalat fardhu 5 waktu saja dan puasa sunnah. Apakah rizqi yang saya terima hari ini adalah pasti sebagai buah balasan atas amal shalih saya hari kemarin? Tentu tidak pasti. Bisa jadi buah balasan atas amal shalih saya satu tahun yang lalu, meskipun kita bisa beramal shalih adalah karena digerakkan oleh Allah Ar-Razzaq.

🏆 Begitu juga keburukan. Hari ini saya terkena penyakit demam menggigil sekaligus saya terjerat utang Rp 500.000,- plus bunganya, padahal hari kemarin saya hanya melakukan namimah dan ghibah. Apakah petaka yang saya terima hari ini adalah pasti sebagai adzab atas dosa saya kemarin? Tentu tidak pasti. BIsa jadi petaka itu adalah adzab atas amal thalih saya tiga tahun yang lalu, meskipun kita sudah istighfar tapi bisa jadi istighfar kita menurut Allah Al-Ghafir tidak sepadan dengan dosa kita.

🚧 Kapasitas kita hanyalah menebak/menduga dalam rangka muhasabah agar ringan bertaubat dan semangat memperbanyak istighfar hingga ribuan kali. Kita hanya hamba, bukan Allah. Allah Al-’Alim yang tahu apa sebenarnya yang terjadi. Lebih dari itu, petaka di dunia yang kita terima akibat perbuatan dosa itu belum tentu murni sebagai adzab, tapi bisa jadi itu murni kehendak Allah dan Allah bebas berbuat sekehendaknya tapi Allah tidak sedang berbuat zhalim saat itu karena demi berjalannya sunnatullah dan qadha`-qadar-Nya, bisa jadi juga itu karena Allah ingin menaikkan derajat kita di sisi-Nya, bisa jadi juga itu karena Allah ingin menghapus dosa-dosa kita, bisa jadi itu karena dosa orang lain yang mana Allah meratakan adzabnya sedangkan kita otomatis kena imbasnya, dan lain sebagainya. Ilmu tentang probabilitas musibah pernah saya jelaskan rinci dalam buku saya ‘Ensiklopedi Sunnah’ dan ‘Menepi dari Dunia’.

🍇 Soal apa yang dialami Ibu Anik sekeluarga, kita tidak bisa memastikan itu murni adzab, sebab bisa jadi itu adalah imtihan (ujian) atas iman kita kepada Allah. Hanya saja, kita juga berhak muhasabah, dan kita duga apa yang dialami Ibu Anik sekeluarga adalah karena sibuk dengan shadaqah sunnah hingga tidak pernah berzakat. Di mana zakat adalah kewajiban, dan shadaqah ‘hanya’ sunnah. Sama halnya kita sibuk shalat tahajjud dan dhuha, tapi shalat fardhu kita tinggal atau ‘sekadar’ selalu kita kerjakan di luar waktunya. Analoginya, kita sibuk pakai topi, masker, sepatu, kaos tangan, tapi kita tidak pakai baju sama sekali.

📒 Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari dalam Al-Hikam, menyatakan,
من علامة اتباع الهوى المسارعة الى نوافل الخيرات والتكاسل عن القيام بالواجبات
“Jika kau lebih semangat mengerjakan yang sunnah daripada yang wajib, maka itu adalah pertanda bahwa yang kau cari adalah kepuasan nafsumu, bukan keridhaan Tuhanmu.”

🛍️ Penunaian zakat pun ada aturannya, bukan pukul rata 2,5 %. Mau sebanyak apapun kita shadaqah, tapi kita tidak berzakat, maka kita akan tetap salah. Sama halnya kita banyak berbagi ke yatim, tapi kita tidak mau bayar pajak padahal kita wajib pajak menurut Negara. Pernah saya dapat cerita, ada orang kaya raya yang sibuk mengumrahkan seluruh karyawan dan keluarga besarnya setiap bulan, tapi dia merasa kok banyak sekali petaka dalam hidupnya, usut punya usut, dia mengaku tidak pernah shalat satu raka’at pun.

📒 Ada hal yang menarik yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar,  
مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنْ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُورٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنْ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُورٌ
“Siapa yang tersibukkan dengan yang wajib dariyang sunnah dialah orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yangtersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialahorang yang benar benar tertipu.” *[Fat-h Al-Bari, 11/343]*

🏵️ Sebagaimana dikutip Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fiqh Al-Aulawiyat, Imam Ar-Raghib menjelaskan tentang perbandingan antara ibadah-ibadah fardhu dengan ibadah sunnah, “Ketahuilah bahwa ibadah itu lebih umum daripada sekadar kebaikan, sebab setiap kebaikan adalah ibadah. Dan tidak setiap ibadah adalah kebaikan. Diantara perbedaan keduanya bahwa ibadah terdiri dari fardhu yang sudah diketahui, dan batasan-batasan yang ditentukan. Orang yang meninggalkannya menjadi tergolong sebagai zhalim.”

🪣 Amalan shadaqah sunnah tetaplah baik, tidak tercela sama sekali, justru sangat dianjurkan, namun yang buruk adalah enggan menunaikan zakat. Bila kita sibuk mengutamakan shadaqah yang sunnah, begitu tiba jatuh tempo zakat alias haul dan nishab, lalu kita baru berzakat, maka itu sebuah kesempurnaan. Sebagaimana diterangkan, “Berwudhu sebelum waktu shalat itu sunnah. Sedangkan jika shalat ingin dilaksanakan, berwudhu menjadi wajib. Namun yang pertama lebih utama daripada yang kedua. *[Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 325]*

📜 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
_“Allah Ta’ala berfirman, Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.”_ *[Shahih Al-Bukhari, no. 2506]*

📒Imam Al-Haramain berkata bahwa para ulama berkata, Allah mengkhususkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mewajibkan sesuatu menunjukkan besarnya pahalanya. Pahala amalan wajib tentu lebih besar daripada pahala amalan sunnah. *[Al-Asybah wa An-Nazhair, hlm. 324]*

🏈 Imam Suyuthi membawakan kaedah dalam masalah ini,
الفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ
“Amalan wajib lebih utama daripada amalan sunnah.”

📝 Dijawab oleh Mas *Jibril* (Haji Brilly) 
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
📺 🇧 🇨 🇶 🇺 🇫 🇮  (Broadcast Quantum Fiqih) telah melayani KASYAF (Konsultasi Syariah dan Fiqih) hampir 450 sesi secara gratis/free tanpa syarat, baik secara tatap muka atau jarak jauh, baik lisan maupun tertulis, baik masalah Aqidah, Tafsir, Hadits, Fiqih, Akhlaq, Keluarga, dan lain sebagainya. Sampaikan pertanyaan melalui ustadzjibril@gmail.com atau http://wa.me/6282140888638. Jangan lupa sampaikan *nama dan kota domisili*. Jika pertanyaan mengandung aib, maka identitas penanya akan dirahasiakan.

Komentar