Hukum Fiqih Tentang Infaq Atas Nama Janin Jabang Bayi dalam Kandungan Ibu dan Badal Haji | UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.) | Konsultasi Syariah dan Fiqih (KASYAF) | Bahtsul Masail Fatwa Tarjih


Konsultasi Syariah & Fiqih *no. 337 - Infaq Atas Nama Janin & Badal Haji untuk Orang yang Tidak Wajib Haji*


_Pertanyaan_

1. Boleh infak ke masjid atas nama bayi yg ada dikandungan. 

2. Mana yg faidahnya lebih banyak infak ke buat pembangunan masjid at badal haji bagi orang yg meninggal dunia ... mengingat badal haji biaya nya besar… Kalau belum kena kewajiban haji karena belum mampu d anak d cucunya mampu badal hajikan gmn ustadz .... mana yg didahulukan. Maaf jadi itung2 nga mau infak buat orang2 yg kita sayang yg sdh almarhum/almarhuma.


Ditanyakan oleh Ibu Hj. Sri S. (+62 812-3010-794) dari Sidoarjo pada _30 Desember 2019_


_Jawaban_

Pertanyaan pertama, jawabannya, belum boleh, baik Shadaqah sunnah atau Shadaqah wajib yaitu zakat fithri. Sebab yang dicatat pahala dari manusia adalah ketika sudah terlahir, bahkan baru dicatat sebagai amal shalihnya apabila sudah Baligh. 


Kalaupun ingin berinfaq, atas nama ibu yang sedang mengandung saja, lalu disertai doa minta keselamatan buat jabang bayi dan ibu, disertai tawassul. 


Jawaban pertama tersebut mengikuti kesimpulan madzhab Syafi'i. Kalau mengikuti kesimpulan madzhab Hanbali, maka boleh berinfaq atas nama janin, namun catatan pahalanya diterima oleh orang tuanya. 


Untuk menjawab masalah dalam ranah ghaib ini tentu kita tidak bisa bermudah-mudahan meski hal yang nampaknya sepele. Sebab bicara diterima atau tidaknya sebuah amal oleh Allâh berarti berbicara tentang perbuatan Allâh, ya kan? Kita tidak boleh asal cuap-cuap tentang Allah sedikitpun. Kita harus punya ilmu. Ilmu tentang hal ini bisa kita pelajari dari penjelasan para ulama. 


Dalam Al-Fatawa Al-Hindiyah –kumpulan fatwa madzhab Hanafi– dinyatakan,


وَلَا يُؤَدِّي عَنْ الْجَنِينِ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَعْرِفُ حَيَاتَهُ هَكَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ


“Tidak wajib ditunaikan zakat fithri untuk jabang bayi, karena belum bisa dipastikan hidupnya. Demikian keterangan dalam Siraj Wahhaj.” [Fatawa Hindiyah, 5/166] 


Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Malik. Dalam Al-Mudawwanah beliau menegaskan,


لا تؤدى الزكاة عن الحبل، وإن ولد له يوم الفطر أو ليلة الفطر فعليه فيه الزكاة


“Tidak wajib ditunaikan zakat fithri untuk bayi yang ada dalam kandungan. Namun jika dia terlahir pada hari idul fitri atau malam hari raya maka ayahnya berkewajiban membayarkan zakat untuk anaknya.” [Al-Mudawanah Al-Kubra, 1/388] 


Imam An-Nawawi menuturkan, 


لا تجب فطرة الجنين لاعلي أبيه ولا في ماله بلا خلاف عندنا ولو خرج بعضه قبل غروب الشمس وبعضه بعد غروبها ليلة الفطر لم تجب فطرته لانه في حكم الجنين ما لم يكمل خروجه منفصلا


“Tidak wajib zakat fithri untuk janin, bukan kewajiban bapaknya, juga tidak perlu diambilkan dari harta si janin, tanpa ada perselisihan dalam madzhab Syafiiyah. Jika sebelum matahari terbenam badan bayi sudah keluar sebagian, sementara sebagian lagi baru keluar setelah matahari terbenam di malam idul fithri, maka tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Karena dia masih dihukumi janin, selama belum keluar utuh.” [Al-Majmu’, 6/139] 


Dalam Madzhab Hanabilah, tetap sah dan diterima oleh Allâh zakat atas nama janin, bahkan wajib, Ibnu Qudamah menyebutkan,


وعن أحمد، رواية أخرى أنها تجب عليه؛ لأنه آدمي، تصح الوصية له، وبه ويرث فيدخل في عموم الأخبار، ويقاس على المولود


Dari Al-Imam Ahmad, dalam salah satu riwayat lainnya, bahwa zakat fithri untuk janin hukumnya wajib. Karena janin termasuk manusia, boleh menerima wasiat, bisa menerima warisan. Sehingga dia masuk dalam keumuman hadis tentang zakat fitrah, dan juga diqiyaskan dengan bayi yang sudah lahir. [Al-Mughni, 3/99] 


Keterangan ini sejatinya merupakan riwayat dari sebagian sahabat Rasulullah. Mereka berpendapat wajib menunaikan zakat fithri, jika janin sudah berusia 4 bulan dalam kandungan. Sebagaimana keterangan Ibnul Mulaqqin,


ونقل قوم عن السلف أنه إذا كمل الجنين في بطن أمه أربعة أشهر قبل الفجر وجب الإخراج عنه، وإنما خص الأربعة أشهر بذلك للاعتماد على حديث ابن مسعود أن الخلق يجمع في بطن أمه أربعين يوما


“Terdapat keterangan dari sebagian sahabat, jika janin sudah genap usia 4 bulan dalam kandungan, sebelum Shubuh hari raya, maka wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Mereka menjadikan 4 bulan sebagai batas, bersandar dengan hadits Ibnu Mas’ud bahwa penciptaan manusia dalam rahim ibunya selama 40 hari dalam bentuk nutfah… hingga ditiupkan ruh setelah berusia 120 hari.” [Al-I’lam bi Fawaid Umdah Al-Ahkam, 3/57] 


Sementara itu, dalam riwayat lain, Al-Imam Ahmad berpendapat, dianjurkan membayar zakat fitrah untuk janin. Beliau berdalil dengan praktek Khalifah Utsman bin Affan, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat dari Qatadah,


أن عثمان كان يعطي صدقة الفطر عن الصغير والكبير والحمل


Bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu membayar zakat fithri untuk anak-anak, orang dewasa, dan bayi yang masih di kandungan. [Masail Abdullah bin Ahmad hlm. 170] 


Demikian juga riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan, 


كَانُوا يُعْطُونَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ حَتَّى يُعْطُونَ عَنِ الْحَبَلِ


Mereka (sebagian sahabat) membayar zakat fithri, sampai mereka bayarkan zakat untuk janin. [Musnad Ibn Abi syaibah 10738 & Musnad Abdurrazzaq 5788] 


Sulaiman bin Yasar pernah ditanya, apakah zakat fithri juga ditunaikan untuk bayi yang ada dalam kandungan? Jawab Beliau, “Ya”. [Mushannaf Abdurrazzaq no. 5790] 


Penjelasan-penjelasan ulama yang saya kutip adalah berkaitan dengan zakat. Apakah bisa digunakan untuk menjelaskan hukum terkait infaq? Bisa. Zakat itu bersifat wajib, infaq itu sunnah (anjuran). Itu saja bedanya. 


Walhasil, panjang lebar uraian di atas menjadi keterangan tegas bahwa Ibu Hj. Sri boleh berinfaq atas nama bayi yang sedang dalam kandungan, tapi zaman sekarang masih belum masyhur (populer alias Viral), yang masyhur infaq atas nama orang yang sudah wafat. 


Jawaban pertanyaan kedua, lebih utama badal haji apabila orang yang meninggal tersebut saat hidup sudah kena kewajiban haji. masih lebih utama badal haji daripada infaq atas nama almarhum. Sebab, prinsip umum agama kita,

ان لك من الجر على قدر نصبك

Sebuah amaliyah semakin unggul bila semakin berat


Tidak apa-apa bu, kita berhitung pahala, bukan berhitung karena pelit, justru kita harus cerdas dalam memaksimalkan keadaan agar bisa meraup banyak pahala. Tapi ingat, kita pun harus cerdas dalam beramal. 


Asal tahu, ada sekelompok kecil orang yang menawarkan jasa badal haji namun dia tidak amanah. Kalau badal hajinya yang tidak sah, biasanya hanya 5 Juta rupiah, rahasianya, pelaku badal haji dalam satu kali haji membadalkan beberapa orang, itu haram secara syariat dan fiqih. 


Kalau badal hajinya yang sah, rata-rata berkisar 10 smp 11 juta rupiah Bu, dan itu dilakukan oleh ustadz yang tinggal di Makkah, sehingga mereka butuh biaya perjalanan dari rumahnya di sana menuju Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Arafah, Mina, tempat tinggal, ngurus pajak, surat-surat izin, makan, dll. Biasanya, orang yang dibadal hajikan mendapatkan zamzam, sajadah & piagam.



Dijawab oleh UBER (Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd.)


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

🔔 Follow semua media sosial Broadcast Quantum Fiqih di kontakk.com/@quantumfiqih


🎁 Sampaikan Konsultasi Syariah dan Fiqih melalui whatsapp 0️⃣8️⃣2️⃣1️⃣4️⃣0️⃣8️⃣8️⃣8️⃣6️⃣3️⃣8️⃣ dengan memperkenalkan diri dan kota domisili, untuk beragam persoalan mulai Aqidah, Ibadah, Mu'amalah, Akhlaq, Nikah dan Keluarga, Sirah/Tarikh, dan lain sebagainya. 


📺 Kepoin instagram.com/pejuangshalatsunnah untuk mendapatkan booster semangat merutinkan shalat wajib dan shalat sunnah. 


📺 Belanja mushaf Al-Quran cantik dan istimewa di instagram.com/gudangkitabsucialquran. 




Komentar